Pendahuluan
Perancangan Arsitektur Berkelanjutan adalah merupakan metode desain yang telah tiba saatnya untuk berkembang (McLennan, 2004:29). Waktu berkembangnya metode perancangan ini timbul akibat kepedulian global terhadap perubahan iklim, meningkatnya emisi gas karbon, menyusutnya sumber energi tak terbarukan, pemakaian yang sangat besar dari sumber daya alam untuk material bangunan, dan persampahan dalam skala besar (Fuchs et al, 2008:6). Metode perancangan berkelanjutan ini mengedepankan warisan tindakan kita saat ini dalam konteks arsitektur jangan sampai mempengaruhi masa depan generasi penerus baik secara sosial, ekonomi, dan lingkungan, maupun siklus kehidupan (Grierson et al, 2011).
Seseorang yang berprofesi arsitek akan terikat dalam sejumlah tanggung jawab secara etika profesional dan kontraktual, yaitu kepada klien dan keamanan umum (Bergman, 2011). Tanggung jawab tersebut terwujud dalam karya rancang bangun arsitek, dimana kepada klien karya tersebut dapat memenuhi kebutuhan yang diharapkan (obligasi klien), dan kepada keamanan umum (public safety) karya tersebut tidak menjadi ancaman dalam hal ini merusak atau menurunkan kualitas lingkungan hidup. Untuk itulah dengan metode perancangan arsitektur berkelanjutan, seorang arsitek akan memandang secara holistik segenap aspek sosial, budaya, ekonomi, dan ekologis untuk menjamin kesejahteraan masyarakat dan ekosistem yang mengelilingi mereka untuk generasi sekarang dan masa depan.
Pada artikel ini mencermati pendekatan biomimesis (biomimikri / biomimetik) sebagai salah satu strategi dari metode perancangan arsitektur berkelanjutan dalam menghasilkan karya arsitektur yang mampu memberikan solusi bagi permasalahan global tesebut di atas. Terdapat beberapa strategi dalam perancangan arsitektur berkelanjutan, yaitu (Mc Lennan, 2004):
- Belajar dari sistem alam (Biomimesis);
- Menghargai Sumber Energi dan Sumber Daya Alam (Efisiensi Energi & SDA);
- Menghargai Manusia (Kenyamanan dan Keamanan Beraktivitas);
- Menghargai Tempat (Sosial, Budaya, dan Ekologis);
- Menghargai Masa Depan (Konsiderasi Dampak Tujuh Generasi).
Dalam merancang suatu karya arsitektur, secara keseluruhan sampai dengan penggenerasian detail-detail desainnya, seorang arsitek diharapkan dapat menerapkan strategi-strategi tersebut di atas. Hal ini perlu dilakukan agar karya arsitekturalnya kelak dapat berfungsi dengan baik dan tidak menjadi salah satu pemicu kerugian bagi generasi masa depan manusia (memenuhi tanggung jawab keamanan umum / publik safety).
Pendekatan Biomimesis
Biomimesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios = kehidupan, dan mimesis = imitasi / emulasi. Biomimesis adalah strategi desain berdasarkan peniruan kejeniusan sistem dan proses yang terdapat pada alam (Benyus, 2008). Bagaimana alam dapat menginspirasi bagi arsitektur? Sejak jaman Yunani Kuno (300 SM), alam telah menginspirasi karya arsitektur mereka, hal ini tercermin pada bentuk dan ornamentasi bangunannya. Sepanjang perjalanannya sampai abad ke-19, perhatian terhadap alam sebagai sumber inspirasi selalu ada, namun tidak dikembangkan secara serius penerapannya ke dalam karya-karya arsitektural (Mazzoleni, 2013). Setelah terjadi revolusi industri, sampai era saat ini terlihatlah dampak pengrusakan lingkungan akibat teknologi dan aktivitas industri yang meningkat secara luar biasa yang dinilai mengancam kelangsungan generasi masa depan, sehingga banyak dari para akademisi dan praktisi arsitektur memfokuskan diri untuk mencari jalan keluar bagi pelestarian alam melalui desain arsitektur yang diinspirasikan oleh kejeniusan alam itu sendiri.
Namun menurut M. Palwyn (2011), perlu disadari bahwa filosofi dan konsep dari Biomimesis bukanlah sekedar meniru wujud dan tampilan dari suatu makhluk hidup (Biomorphism), melainkan mendorong optimasi proses fungsional dari organisme yang dimimesiskan tersebut. Sebagai contoh dari Biomorphism menurut El-Zeiny (2012) adalah Nautilus Shell House karya Senosiain Arquitectos (Gambar 1), dimana karya arsitektur ini secara tingkat global sampai tingkat sel memang memiliki tampilan cangkang, namun secara material dan fungsi ruangnya sama sekali berbeda dengan peruntukan aslinya pada alam.
Agar dapat diperoleh suatu karya arsitektur yang menerapkan strategi Biomimesis, terdapat 3 (tiga) tingkatan aplikasi, yaitu (Palwyn, 2011):
- Fitur Organisme: Wujud, Bentuk, Warna, Struktur, Perilaku, Transparansi, Gerakan, Modularitas, dan lain-lain;
- Hubungan Organisme dengan Komunitas: Teknik-Teknik Survival, Manajemen Grup, Komunikasi, Penginderaan, dan Interaksi; dan
- Hubungan Organisme dengan Lingkungan: Adaptasi, Tanggapan Terhadap Iklim, Manajemen Sumber Daya, Manejemen Limbah, dan lain-lain.
Selanjutnya teknik dalam penerapan strategi Biomimesis ini dalam desain berupa (Bar-Cohen,
2011):
a. Pemilihan Material
Belajar dari alam yang dapat memproduksi senyawa organik untuk membentuk material suatu organisme tanpa menimbulkan limbah yang merugikan. Sebagai contoh adalah Super Material Cellulose (Gambar 2) yang dikembangkan oleh Purdue University (Link 1, 2013). Teknologi ini menggunakan Nanokristal Selulosa yang bersumber dari tanaman, algae, beberapa organisme laut, dan beberapa bakteria, disusun sedemikian rupa meniru struktur dari batang tanaman hidup. Hasilnya adalah material baru yang memiliki kekuatan setara baja. Material ini dapat menjadi alternatif struktur dan kulit bangunan.
b. Mekanika dan Dinamisme
Meniru mekanisme dan dinamisme disini berarti menghasilkan gerakan dan proses produksi material yang efisien energi dengan memanfaatkan sumber alami terbarukan. Sebagai contoh adalah Spider Silk Fiber (Gambar 3) yang dikembangkan oleh Chery Hayashi di University of California at Riverside (Link 2, 2010). Silk Fiber yang dihasilkan memiliki kekuatan tegangan setara baja yang dihasilkan dari meniru laba-laba dalam mengolah Asam Amino untuk menghasilkan jaring laba-labanya. Material ini dapat diproduksi secara efisien energi dan sumber daya menggunakan mekanisme produksi tiruan dari laba-laba tersebut. Silk Fiber ini dapat digunakan untuk membuat jaket anti peluru, kulit bangunan, kabel struktur, dan lain-lain;
c. Struktur
Pencarian cara baru dalam membangun dan memelihara suatu struktur bangunan agar dapat hemat bahan, fleksibel, penyebaran dan diseminasi pembangunannya, maupun memiliki kemampuan istimewa seperti pneumatik, lipatan, tekukan, dan lain-lain. Sebagai contoh adalah Bird Bone Structure (Gambar 4) yang dikembangkan oleh Andre Harris di laboratorium Architectural Assosiation, London (Link 3, 2010). Dari hasil penelitiannya, struktur tulang dari kepala burung memiliki keunikan yaitu dibangun dari sel-sel Spongiosa yang berkonfigurasi pneumatized (bantalan udara) sehingga dapat memberikan kekuatan pada stuktur sembari membuat struktur menjadi lebih ringan.
d. Bentuk
Meniru bentuk suatu organisme alam di sini berarti menemukan fenomena dan generator untuk menghasilkan geometri baru yang ekonomis dan dapat dibangun dengan baik. Sebagai contoh adalah Biomimicry of Orchids (Gambar 5) yang dilakukan oleh Joshua Anthony O’Meara di laboratorium Deakin University, Australia (Link 4, 2012). Dari hasil penelitiannya pada species anggrek Cymbidium Dorsal Sepal, ditemukan bahwa struktur pembentuk kubah dari anggrek tersebut dapat digunakan untuk struktur bangunan kubah yang efisien dan berestetika tinggi.
Contoh Aplikasi Pendekatan Biomimesis
1. Tingkat Fitur Organisme
Cactus Building (MMMA) Qatar
Pada tingkat ini, peniruan dilakukan secara spesifik terhadap suatu organisme seperti tanaman, binatang, atau makhluk hidup lainnya, dimana peniruan ini dapat melibatkan sebagian maupun keseluruhan dari bentuk, material, fungsi, dan proses dari organisme yang dimimesiskan. Pada Cactus Building, sumber biomimesis adalah tanaman kaktus yang diketahui sanggup bertahan hidup dengan baik di lingkungan padang pasir. Peniruan fungsi dan proses dari kaktus ini adalah penyediaan sumber makanan pada kubah atas kaktus menjadi kebun pertanian berkelanjutan pada kubah atas bangunan (Gambar 6).
Demikian pula sistem keairan dalam tubuh kaktus dimimesiskan menjadi sistem keairan pada bangunan yang mampu mengolah Grey Water untuk mengairi kebun dan Black Water untuk menyiram toilet. Selanjutnya sistem bukaan dan sistem pembayang pada bangunan meniru proses kaktus dalam melakukan transpirasi, yaitu dapat membuka dan menutup secara otomatis sesuai arah pergerakan matahari dan intensitas cahaya yang datang.
2. Tingkat Komunitas Organisme
Eastgate Center Harare, Zimbabwe
Pada tingkat komunitas, peniruan dilakukan pada bagaimana perilaku suatu organisme beradaptasi, berfungsi, dan berhubungan dengan konteks yang lebih besar darinya. Bangunan Eastgate Center di Harare, Zimbabwe (Gambar 7) menerapkan mimesis Sarang Semut, dimana sistem sirkulasi dan ventilasi dari sarang tersebut menurut penelitian para ahli biologi dapat menjaga temperatur sarang secara konstan. Semut dapat memperoleh hasil ini dengan melakukan pembukaan dan penutupan ventilasi pada gundukan sarang mereka untuk mengelola arus konveksi dari udara dingin yang diambil dari bukaan bagian bawah, selanjutnya meloloskan udara panas melalui cerobong pada puncak gundukan. Pada bangunan Eastgate Center ini menerapkan sistem tersebut, dan berdasarkan hasil pengukuran, pengkonsumsian energi untuk pengendalian penghawaan berkurang sebanyak 10% dari gedung-gedung konvensional dengan ukuran yang sama dengan bangunan ini.
3. Tingkat Lingkungan Organisme
Earthship Building (Passive Building)
Pada tingkatan ini, peniruan yang dilakukan adalah pada sistem, fungsi, dan proses yang terjadi pada ekosistem (multi organisme). Earthship Building (Passive Building) (Gambar 8) mengintegrasikan 6 (enam) prinsip sistem alam, yaitu (Mansour, 2010):
- Penggunaan material daur ulang dan material lokal: botol, bambu, kantung tanah, bata, dll;'
- Sistem pendingin dan pemanas bangunan: angin dan panas bumi;
- Sistem panen air hujan;
- Sistem energi terbarukan: Matahari, Angin, Air, Panas Bumi;
- Sistem drainase: Grey Water dan Black Water; dan
- Sistem produksi bahan makanan lokal: kebun, hidroponik, aquaponik, dll.
Kesimpulan
Dampak limbah, penggunaan sumber daya alam, dan penyusutan sumber daya energi tak terbarukan (minyak bumi, batu bara, gas alam, dll) wajib menjadi perhatian para arsitek era sekarang ini agar kesejahteraan generasi masa depan tidak menjadi terancam (etika public safety). Pendekatan Biomimesis menjadi salah satu strategi dalam perancangan arsitektur berkelanjutan untuk mencapai tujuan tersebut. Biomimesis ini sangat menguntungkan dari aspek pengembangannya di arsitektur karena dasar pijakannya sangat banyak yaitu erat kaitannya dengan ilmu biologi dan ilmu kimia. Hal ini memberikan keuntungan lainnya karena telah sangat banyak organisme-organisme alam yang telah diteliti oleh para ahli biologi dan ahli kima, sehingga aplikasinya ke dalam obyek arsitektural lebih dimudahkan. Ditunjang dengan hakiki keilmuan arsitektur yang sarat dengan kreativitas, pendekatan biomimesis ini membuka peluang seluas-luasnya untuk berkreasi memberikan manfaat dan makna bagi kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Referensi
Bar-Cohen, Yoseph. 2011. Biomimetics: Nature-Based Innovation. New York: CRC Press.
Benyus, Janine M. 2008. Biomimicry: Innovation Inspired by Nature. New York: HarperCollins Publisher.
Bergman, David. 2011. Sustainable Design: A Critical Guide. New York: Pricenton Architectural Press.
El-Zeiney, Rasha Mahmoud Ali. 2012. Biomimicry as a Problem Solving Methodology in Interior Architecture. Selangor: Centre for Environment-Behaviour Studies, University of Mara. ASEAN Conference on Environment-Behaviour Studies, 16-18 July 2012.
Fuchs, Matthias, and Manfred Hegger, Thomas Stark, Martin Zeume, 2008. Energy Manual: Sustainable Architecture. Berlin: Walter de Gruyter LLC.
Grierson, David and Carolyn Moultrie, 2011. Architectural Design Principles and Processes for Sustainability: Towards a Typology of Sustainable Building Design. Illinois: Common Ground Publishing LLC. International Journal of Design Principles & Practices, Vol.5 No.4.
Link 1, 2013. Cellulose Nanocrystals Possible Green Wonder Material. http://www.purdue.edu/newsroom/releases/2013/Q4/cellulose-nanocrystals-possible-greenwonder-material.html, diakses tanggal 5 September 2015.
Link 2, 2010. Cheryl Hayashi: The Magnificence of Spider Silk. http://www.ted.com/talks/cheryl_hayashi_the_magnificence_of_spider_silk/transcript?language=en, diakses tanggal 5 September 2015.
Link 3, 2010. Andre Harris Bone Inspired Structure. http://www.biomimeticarchitecture.com/2010/andres-harris-bone-inspired-structure/, diakses tanggal 5 September 2015.
Link 4, 2012. Biomimicry of Orchids. http://beetlecreative.com/biomimicry_of_orchids/, diakses tanggal 5 September 2015.
Mansour, Heba. 2010. Biomimicry: A 21st Century Design Strategy Integrating With Nature in a Sustainable Way. Saudi Arabia: University of Dammam, College of Design.
Mazzoleni, Ilaria. 2013. Architecture Follows Nature - Biomimetic Principles for Innovative Design. New York: CRC Press.
McLennan, Jason F. 2004. The Philosophy of Sustainable Design; The Future of Architecture. Kansas: Ecotone LLC.
Palwyn, Michael. 2011. Biomimicry in Architecture. London: RIBA Book Publisher.
Panchuk, Neal. 2006. An Exploration into Biomimicry and its Application in Digital & Parametric [Architectural] Design. Ontario: University of Waterloo.
Pedersen , Zari Maibritt. 2009. Biomimetic approaches to Architectural design for Increased Sustainability. Wellington: Victoria University, School of Architecture.
*** Artikel ini disadur dari Ave Harysakti, Strategi Perancangan Arsitektur Berkelanjutan : Pendekatan Biomimesis, Jurnal Perspektif Arsitektur, Volume 10, Nomor 2, Tahun 2015, pp.80-87, Arsitektur Biomimesis ***
Posting Komentar