Metode Perancangan Salutogenesis

Metode Perancangan Salutogenesis - aveharysaktidotcom

Salutogenesis merupakan sebuah metode perancangan yang berasal dari ranah ilmu kesehatan masyarakat, yang pertama kali diperkenalkan oleh Aaron Antonovsky pada tahun 1979. Berbeda dengan pendekatan tradisional dalam dunia medis yang berfokus pada penyebab dan penanganan penyakit (patogenesis), salutogenesis justru berangkat dari sudut pandang yang lebih positif. Pendekatan perancangan ini menitikberatkan pada upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dengan menggali serta memperkuat faktor-faktor yang mendukung kesejahteraan individu dan komunitas secara menyeluruh.

Dalam perkembangan lintas disiplin, konsep salutogenesis kemudian mulai diterapkan dalam bidang arsitektur dan perancangan lingkungan binaan. Hal ini dipicu oleh pemahaman bahwa lingkungan fisik memiliki pengaruh besar terhadap kondisi mental, fisik, dan sosial manusia. Metode perancangan salutogenik berupaya mengintegrasikan prinsip-prinsip yang menstimulasi perasaan aman, nyaman, dan terhubung secara sosial dalam ruang-ruang yang dirancang. Aspek ini tidak hanya penting dalam merancang fasilitas kesehatan, tetapi juga relevan untuk berbagai tipe bangunan seperti rumah tinggal, sekolah, perkantoran, hingga ruang publik.

Tujuan utama dari metode perancangan salutogenesis dalam arsitektur adalah menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan menyeluruh penggunanya, bukan sekadar mencegah penyakit. Hal ini meliputi penciptaan ruang yang memperkuat rasa kontrol, keterpahaman, dan makna hidup tiga elemen utama dari teori Sense of Coherence yang digagas Antonovsky. Dengan demikian, arsitektur tidak lagi hanya dilihat dari aspek fungsi dan estetika, tetapi juga sebagai medium strategis dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan berdaya.

Prinsip Desain Salutogenesis

Metode perancangan salutogenesis dalam arsitektur berfokus pada penciptaan lingkungan yang tidak hanya layak huni, tetapi juga secara aktif mendorong perasaan sehat, sejahtera, dan nyaman. Setiap prinsip-prinsipnya dapat diadaptasi secara spesifik ke dalam strategi desain arsitektur untuk menghasilkan ruang-ruang yang memperkuat kesejahteraan mental dan emosional penggunanya.

1. Comprehensibility (Keterpahaman)

Prinsip keterpahaman menekankan pentingnya menciptakan ruang yang mudah dimengerti oleh penggunanya. Dalam konteks desain, hal ini dapat diwujudkan melalui tata ruang yang logis dan terstruktur dengan baik, sehingga memungkinkan navigasi yang intuitif dan orientasi spasial yang jelas. Ruang yang dapat “dibaca” dengan mudah akan membantu individu merasa lebih tenang, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan kenyamanan dalam beraktivitas. Misalnya, penggunaan pencahayaan alami sebagai penanda arah, atau zonasi ruang yang konsisten, dapat mendukung pemahaman pengguna terhadap lingkungan binaannya.

2. Manageability (Kemampuan Mengelola)

Kemampuan untuk mengelola atau mengendalikan lingkungan sekitar merupakan aspek penting dalam menciptakan rasa aman dan percaya diri. Dalam desain arsitektur, hal ini tercermin dari adanya fleksibilitas dalam penggunaan ruang, ketersediaan pilihan bagi pengguna, serta kemudahan akses terhadap fasilitas yang diperlukan. Ketika seseorang merasa dapat mengontrol ruang yang ia tempati seperti membuka jendela, memilih tempat duduk, atau mengatur pencahayaan maka ia akan merasa lebih mampu untuk menghadapi tantangan sehari-hari, sekaligus memperkuat hubungan positif dengan ruang tersebut.

3. Meaningfulness (Kebermaknaan)

Kebermaknaan menjadi unsur terdalam dalam pengalaman ruang, karena menyangkut hubungan emosional dan nilai-nilai pribadi yang ditanamkan dalam lingkungan binaan. Ruang yang bermakna adalah ruang yang mampu mendukung kegiatan yang penting bagi penggunanya, seperti aktivitas spiritual, interaksi sosial, kegiatan budaya, atau rutinitas harian yang membangun identitas diri. Desain yang memperhatikan nilai-nilai ini akan menghasilkan lingkungan yang tidak hanya fungsional, tetapi juga menginspirasi dan memberi makna dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memperkuat motivasi individu untuk hidup lebih sehat dan bahagia.

Ciri dan Karakteristik Desain Salutogenesis

Bangunan atau lingkungan yang dirancang dengan metode salutogenesis memiliki sejumlah karakteristik khusus yang secara langsung mendukung kesehatan dan kesejahteraan penggunanya. Karakteristik ini tidak hanya berkaitan dengan fungsi fisik ruang, tetapi juga dengan pengalaman sensorik, emosional, dan sosial yang dihadirkan oleh desain. Metode perancangan ini memperhatikan berbagai aspek yang memengaruhi tubuh dan pikiran manusia secara holistik

  • Desain yang mendukung kenyamanan sensorik: lingkungan yang dirancang secara salutogenesis harus mampu memberikan stimulasi sensorik yang menyenangkan dan menenangkan. Hal ini mencakup pencahayaan alami yang cukup untuk mendukung ritme biologis tubuh, akustik ruang yang tenang dan meredam kebisingan, serta sirkulasi udara alami yang menjaga kualitas udara dalam ruang. Kombinasi elemen-elemen ini mampu menciptakan suasana nyaman secara fisik dan mental, serta mengurangi kelelahan dan stres sehari-hari.
  • Integrasi elemen alam (biophilic principles): kehadiran elemen alam dalam desain seperti tanaman, taman, elemen air, serta visual langsung ke luar ruangan memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan mental dan emosional. Desain yang mengadopsi prinsip biofilik ini mendorong koneksi manusia dengan alam, menurunkan tekanan darah, memperbaiki mood, serta mempercepat proses pemulihan dari kelelahan atau stres.
  • Ruang terbuka dan komunal: ruang-ruang yang memungkinkan interaksi sosial, seperti taman komunitas, ruang duduk bersama, atau koridor yang cukup lebar, mendorong terciptanya hubungan sosial yang sehat antar pengguna. Lingkungan seperti ini membantu mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan rasa memiliki terhadap tempat tinggal atau tempat kerja, yang penting bagi kesejahteraan mental dan sosial.
  • Desain inklusif dan aksesibel: bangunan harus ramah bagi semua orang tanpa diskriminasi usia, kondisi fisik, atau kemampuan mobilitas. Desain aksesibel mencakup jalur landai, lift, toilet difabel, dan elemen universal lainnya yang memungkinkan semua pengguna dapat bergerak dan beraktivitas dengan nyaman dan mandiri. Hal ini memberikan rasa setara, aman, dan dihargai bagi setiap individu.
  • Fleksibilitas fungsi ruang: ruang yang adaptif terhadap perubahan kebutuhan pengguna memungkinkan terjadinya keberlangsungan penggunaan dalam jangka panjang. Misalnya, ruang keluarga yang dapat berubah menjadi ruang kerja, atau aula yang dapat difungsikan sebagai ruang pertemuan maupun kegiatan komunitas. Fleksibilitas ini mendukung kontrol pengguna terhadap ruang dan mencerminkan prinsip manageability dalam salutogenesis.
  • Stimulasi kognitif dan estetika yang menenangkan: penggunaan warna yang hangat dan alami, bentuk arsitektural yang organik, tekstur material yang lembut, serta elemen dekoratif yang menyenangkan secara visual dapat merangsang pikiran secara positif. Lingkungan dengan estetika yang menenangkan mampu mengurangi beban mental, meningkatkan fokus, dan menciptakan pengalaman ruang yang menyenangkan serta bermakna.
  • Privasi yang cukup dan perlindungan terhadap stres lingkungan: ruang yang memberikan pilihan untuk menyendiri atau menghindari interaksi sosial sesaat sangat penting untuk menjaga keseimbangan emosional. Selain itu, perlindungan dari polusi suara, visual yang berlebihan, dan tekanan sosial juga membantu pengguna merasa aman dan nyaman dalam aktivitasnya sehari-hari. Privasi yang memadai memperkuat perasaan kontrol terhadap lingkungan dan memperkecil paparan terhadap stresor eksternal.

Gagasan dan Ide Desain Salutogenesis

Contoh gagasan dan ide desain yang dapat dikembangkan berdasarkan metode perancangan salutogenesis seperti:

  • Ruang interaktif dan transparan: desain ruang yang terbuka dan terang, seperti koridor yang memiliki akses visual ke halaman tengah atau ruang luar, menciptakan suasana yang lebih menyenangkan dibandingkan lorong-lorong tertutup. Transparansi ini tidak hanya meningkatkan kenyamanan visual, tetapi juga mendorong interaksi sosial secara alami serta mengurangi rasa terkurung atau terisolasi dalam ruang.
  • Taman penyembuhan (healing garden): keberadaan taman yang mudah diakses, baik untuk aktivitas ringan seperti berjalan kaki maupun sekadar duduk untuk refleksi, merupakan elemen penting dalam mendukung kesehatan mental dan fisik. Healing garden menawarkan tempat untuk relaksasi, pemulihan emosional, dan memperkuat koneksi dengan alam, yang semuanya berkontribusi pada pengurangan stres dan peningkatan kualitas hidup pengguna.
  • Ruang transisi yang nyaman: elemen seperti teras, selasar, atau foyer berfungsi sebagai area peralihan yang memberi jeda psikologis sebelum seseorang masuk ke dalam ruang utama. Ruang-ruang ini membantu pengguna untuk menyesuaikan diri secara mental dan emosional, menciptakan pengalaman ruang yang lebih manusiawi dan tidak mendadak, serta memperkuat rasa kontrol terhadap lingkungan yang akan dimasuki.
  • Pola sirkulasi yang logis dan humanistik: jalur pergerakan dalam bangunan harus dirancang secara logis agar mudah dimengerti, namun juga mempertimbangkan kenyamanan emosional pengguna. Sirkulasi yang terlalu teknis dan kaku bisa terasa asing, sedangkan pola yang mengikuti ritme alami pergerakan manusia, dilengkapi elemen visual menarik atau titik istirahat, dapat menciptakan pengalaman ruang yang lebih menyenangkan dan intuitif.
  • Konektivitas visual antar ruang: memberikan pandangan antar ruang, baik secara langsung maupun melalui bukaan atau partisi transparan, menciptakan kesan keterhubungan dan kebersamaan. Hal ini memperkuat rasa orientasi, memudahkan navigasi, dan membangun hubungan sosial antar penghuni tanpa harus selalu melakukan interaksi fisik langsung. Keterbukaan visual ini juga mendukung rasa aman dan nyaman, khususnya dalam ruang-ruang publik atau semi-privat.

Keterbatasan Metode Salutogenesis Dalam Penentuan Gaya Arsitektur

Meskipun metode perancangan salutogenesis memiliki kekuatan dalam menciptakan ruang yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan, pendekatan ini pada dasarnya masih terbatas pada pengolahan ruang dan lingkungan binaan dari segi fungsi dan pengalaman pengguna. Fokus utamanya terletak pada kualitas sensorik, koneksi sosial, kenyamanan psikologis, serta integrasi dengan alam. Namun, metode ini belum secara eksplisit mengatur atau mengarahkan pada pembentukan ekspresi visual atau bentuk arsitektur tiga dimensi yang khas.

Dengan demikian, untuk mengembangkan suatu karya arsitektur yang tidak hanya sehat secara fungsional tetapi juga memiliki identitas visual yang kuat, seorang arsitek tetap perlu menggabungkan metode salutogenesis ini dengan pendekatan desain lainnya. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat berupa gaya arsitektur tertentu, seperti modernisme, regionalisme, atau organik yang memberikan kerangka visual, proporsi bentuk, dan bahasa arsitektural yang konsisten. Melalui kombinasi ini, karya desain yang dihasilkan tidak hanya mendukung kesejahteraan penggunanya, tetapi juga dapat dikenali, diklasifikasikan, dan diapresiasi dalam konteks gaya, langgam, dan aliran dalam arsitektur.

Tokoh Yang Menggunakan Metode Salutogenesis Dalam Perancangan Arsitektur

a. Alan Dilani (1953)

Alan Dilani - Tokoh Metode Perancangan Salutogenesis - aveharysaktidotcom

Gambar Alan Dilani - Tokoh Metode Perancangan Salutogenesis.

Alan Dilani adalah pendiri International Academy for Design and Health dan merupakan salah satu tokoh utama dalam pengembangan serta penyebarluasan konsep arsitektur salutogenesis di tingkat internasional. Ia dikenal sebagai arsitek dan peneliti yang memfokuskan karyanya pada hubungan antara lingkungan binaan dan kesehatan publik. Melalui pendekatan desain yang berlandaskan pada prinsip Salutogenesis dari Aaron Antonovsky, Dilani mempromosikan pentingnya desain arsitektur yang tidak hanya menghindari penyakit, tetapi juga secara aktif mendorong kesejahteraan fisik, mental, dan sosial penggunanya.

Karya terkenal:

Stockholm Healthcare Design (Swedia, 2000)

Proyek ini merupakan implementasi nyata dari prinsip salutogenesis dalam desain fasilitas kesehatan. Fokus utamanya adalah menciptakan ruang-ruang yang intuitif, terang, dan menyenangkan secara emosional. Desainnya mengintegrasikan pencahayaan alami, elemen seni di dalam interior, serta tata letak ruang yang mudah dimengerti dan diorientasi oleh pasien maupun staf medis. Proyek ini memperlihatkan bagaimana lingkungan yang dirancang secara sadar dapat meningkatkan kesejahteraan, mengurangi stres, dan mempercepat proses penyembuhan pasien.

Stockholm Healthcare Design - Contoh Penerapan Metode Perancangan Salutogenesis - aveharysaktidotcom

Gambar Stockholm Healthcare Design - Contoh Penerapan Metode Perancangan Salutogenesis.

Sahlgrenska University Hospital (Gothenburg, Swedia, 2010)

Dalam proyek ini, Alan Dilani menerapkan prinsip salutogenesis secara menyeluruh dalam perencanaan dan desain rumah sakit. Beberapa fitur utama meliputi akses yang luas terhadap cahaya alami, visual ke ruang luar yang hijau, pola sirkulasi yang jelas dan humanistik, serta ruang-ruang transisi yang nyaman seperti lounge dan area publik semi-terbuka. Pendekatan ini menjadikan rumah sakit tidak hanya sebagai tempat penyembuhan penyakit, tetapi sebagai lingkungan sehat yang mendukung pemulihan mental, fisik, dan sosial bagi semua penggunanya.

Sahlgrenska University Hospital - Contoh Penerapan Metode Perancangan Salutogenesis - aveharysaktidotcom

Gambar Sahlgrenska University Hospital - Contoh Penerapan Metode Perancangan Salutogenesis.

b. Maggie Keswick Jencks dan Charles Jencks

Maggie Keswick Jencks - Tokoh Metode Perancangan Salutogenesis - aveharysaktidotcom

Gambar Maggie Keswick Jencks - Tokoh Metode Perancangan Salutogenesis.

Maggie’s Centres adalah jaringan pusat pendukung bagi pasien kanker yang didirikan di Inggris dan beberapa negara lain. Gagasan awalnya dicetuskan oleh Maggie Keswick Jencks, yang kemudian diwujudkan dan dikembangkan bersama suaminya, Charles Jencks—seorang arsitek, kritikus arsitektur, dan teoretikus terkenal. Sejak berdiri pada tahun 1996 di Edinburgh, Skotlandia, Maggie’s Centres telah menjadi contoh inspiratif penerapan desain salutogenesis dalam arsitektur fasilitas kesehatan. Setiap bangunan dalam jaringan ini dirancang oleh arsitek-arsitek ternama dunia, seperti Zaha Hadid, Frank Gehry, Norman Foster, dan Richard Rogers, dengan pendekatan desain yang unik namun tetap memegang prinsip yang sama: menciptakan lingkungan penyembuhan yang hangat, manusiawi, dan penuh harapan.

Maggie’s Centres - Contoh Penerapan Metode Perancangan Salutogenesis - aveharysaktidotcom

Gambar Maggie’s Centres - Contoh Penerapan Metode Perancangan Salutogenesis.

Fitur Salutogenesis:

  • Ruang nyaman non-klinis: tidak seperti rumah sakit konvensional, Maggie’s Centres sengaja dirancang menyerupai rumah atau tempat peristirahatan. Tidak ada ruang pemeriksaan atau peralatan medis di ruang publik. Sebaliknya, pengunjung akan menemukan dapur terbuka, ruang duduk dengan perapian, serta sudut baca yang nyaman—semua disusun untuk menciptakan rasa aman, kehangatan, dan kedekatan sosial.
  • Hubungan dengan taman dan cahaya alami: hampir semua Maggie’s Centres memiliki koneksi visual dan fisik yang kuat dengan taman, lanskap hijau, atau halaman dalam. Cahaya alami diperhitungkan secara saksama untuk menciptakan suasana terang dan hidup. Ruang-ruang dalam bangunan dibuat terbuka terhadap alam, baik melalui jendela besar, pintu kaca geser, maupun teras dan balkon yang dapat diakses dengan mudah.
  • Interior penuh warna dan bentuk non-konvensional: desain interior Maggie’s Centres sering kali menampilkan warna-warna hangat, material alami, serta bentuk arsitektural yang ekspresif dan tidak kaku. Gaya ini menciptakan makna personal dan suasana yang menyenangkan secara emosional bagi pasien dan keluarganya. Keberanian dalam desain ini menjadi simbol perlawanan terhadap kekakuan institusional, dan sebaliknya menegaskan bahwa ruang penyembuhan harus mampu menginspirasi dan menguatkan secara psikologis.

Tabel Perbandingan Metode Salutogenesis Dengan Metode Perancangan Lainnya

Aspek / Metode Salutogenesis Desain Universal Desain Berbasis Kesehatan
Fokus utama Kesehatan holistik dan psikososial Aksesibilitas dan inklusivitas Pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan
Basis teori Sense of Coherence (Antonovsky) Hak untuk mengakses ruang oleh semua orang Evidence-Based Design (EBD)
Elemen kunci Pemahaman, kendali, dan makna Ramah disabilitas, tanpa hambatan Intervensi berbasis bukti (riset kesehatan)
Norma desain Psikologis dan emosional Ergonomis, fungsional Klinis dan preventif
Contoh penerapan Rumah sakit, sekolah, perumahan, tempat kerja Transportasi, ruang publik, bangunan publik Rumah sakit, puskesmas, klinik
Kelebihan Meningkatkan ketahanan mental dan well-being Meningkatkan partisipasi dan inklusivitas Mengurangi risiko penyakit dan stres
Kekurangan Sulit diukur secara kuantitatif Kadang dianggap terlalu teknis Terkesan terlalu medis dan fungsional

Kesimpulan

Metode perancangan salutogenesis merupakan pendekatan revolusioner dalam dunia arsitektur karena menempatkan kesehatan dan kesejahteraan manusia sebagai pusat dari proses perancangan. Tidak hanya berfokus pada aspek fungsional dan teknis, metode ini juga memperhatikan kondisi psikologis, emosional, dan sosial pengguna ruang. Melalui tiga prinsip utama yaitu keterpahaman (comprehensibility), kemampuan mengelola (manageability), dan kebermaknaan (meaningfulness), metode salutogenesis menciptakan pengalaman ruang yang mendukung pemulihan, mengurangi stres, dan memperkuat koneksi antara individu dan lingkungannya.

Penerapan metode salutogenesis sangat relevan di berbagai tipe bangunan seperti rumah sakit, sekolah, tempat kerja, hingga hunian pribadi. Dalam konteks ini, arsitektur menjadi alat strategis untuk membentuk lingkungan yang lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan. Meskipun metode ini belum mengatur bentuk visual secara eksplisit, namun potensinya dalam mendukung kualitas hidup menjadikannya salah satu pendekatan yang sangat penting dalam desain arsitektur masa kini dan masa depan. Integrasi salutogenesis dengan pendekatan lain akan memperkaya dimensi desain, baik secara fungsional maupun estetis menuju arsitektur yang tidak hanya dapat dihuni, tetapi juga menyehatkan.

Referensi

Antonovsky, Aaron. (1979). Health, Stress and Coping. Jossey-Bass Inc Pub

Dilani, Alan. (2008). Psychosocially Supportive Design: A Salutogenic Approach to the Design of the Physical Environment. International Conference on Sustainable Healthy Buildings, Seoul, Korea

Mittelmark, Maurice B., Georg F. Bauer, Lenneke Vaandrager, Jürgen M. Pelikan, Shifra Sagy, Monica Eriksson, Bengt Lindström, Claudia Meier Magistretti. (2022). The Handbook of Salutogenesis 2nd Edition. Springer

Taylor, Jane, Lily O'Hara. (2025). Promoting Health - The Primary Health Care Approach. Elsevier

Posting Komentar

Berikan Komentar (0)

Lebih baru Lebih lama