
Dalam dunia arsitektur kontemporer, pendekatan desain yang bersifat multisensorik semakin mendapat perhatian. Desain tidak lagi hanya dinilai dari bentuk visual semata, melainkan dari bagaimana ruang itu dapat dirasakan melalui semua indera manusia. Di sinilah metode perancangan sinestesia hadir sebagai strategi yang mencoba menggugah perasaan pengguna secara utuh, melalui kombinasi cahaya, suara, tekstur, suhu, bahkan aroma. Metode ini tidak hanya membentuk ruang secara fisik, tetapi juga menciptakan pengalaman ruang yang mendalam dan menyentuh kesadaran pengguna.
Metode Perancangan Sinestesia berasal dari fenomena neurologis di mana satu indera secara otomatis memicu persepsi pada indera lain. Dalam konteks arsitektur, ini diterjemahkan ke dalam penciptaan ruang yang melibatkan keterpaduan semua elemen sensorik secara harmonis. Metode ini mengajak arsitek untuk lebih peka terhadap bagaimana pengguna mengalami ruang dalam keseharian mereka. Dengan mengintegrasikan dimensi inderawi secara sadar, arsitektur dapat menjadi medium pengalaman yang tidak hanya dapat dilihat, tetapi juga dirasakan, didengar, disentuh, bahkan dihirup.
Prinsip Desain Metode Sinestesia
Metode perancangan sinestesia berangkat dari gagasan bahwa persepsi manusia terhadap ruang tidak terbatas pada satu indera saja, melainkan merupakan hasil interaksi multisensorik. Sinestesia dalam konteks arsitektur adalah pendekatan desain yang menciptakan pengalaman ruang dengan menggabungkan dan menyatukan berbagai stimulus inderawi, cahaya, suara, tekstur, suhu, aroma, untuk membentuk persepsi ruang yang utuh, mendalam, dan imersif.
Prinsip-prinsip utamanya antara lain:
✤ Integrasi Sensorik
Prinsip ini menekankan pentingnya merancang ruang yang mampu mengaktifkan lebih dari satu indera manusia secara simultan. Dalam pendekatan sinestesia, pengalaman visual tidak berdiri sendiri, tetapi dikombinasikan dengan elemen suara, tekstur, aroma, bahkan suhu untuk menciptakan pengalaman yang holistik dan mendalam. Misalnya, ruang dengan pencahayaan alami lembut, aroma kayu, dan lantai tekstur alami dapat membangkitkan ketenangan, sekaligus memperkuat persepsi ruang secara multisensorial.
✤ Respon Emosional
Desain sinestetik berupaya membangkitkan emosi tertentu melalui manipulasi elemen-elemen inderawi. Melalui pengaturan warna, pencahayaan, suara, dan tekstur, arsitek dapat menciptakan atmosfer yang menggugah suasana hati pengguna, seperti ketenangan, kegembiraan, atau bahkan rasa kagum. Misalnya, pencahayaan redup dengan suara alam yang mengalun pelan dapat memicu rasa relaksasi mendalam, menciptakan ruang yang bukan hanya fungsional tetapi juga menyentuh secara emosional.
✤ Keterlibatan Tubuh
Dalam prinsip ini, tubuh tidak hanya menjadi penikmat pasif, tetapi dilibatkan secara aktif dalam merespons dan menjelajahi ruang. Perancangan mempertimbangkan bagaimana tubuh bergerak, menyentuh, duduk, atau berjalan, sehingga pengalaman ruang menjadi lebih dinamis dan personal. Permukaan yang dapat disentuh, jalur yang mengundang eksplorasi, atau perubahan ketinggian ruang adalah beberapa cara untuk mengajak tubuh berinteraksi penuh dengan lingkungan.
✤ Keterkaitan Waktu dan Ritme
Desain sinestetik juga mempertimbangkan bagaimana ruang berubah dalam dimensi waktu. Perubahan pencahayaan sepanjang hari, suara lingkungan yang berganti dari pagi ke malam, atau bayangan yang bergerak seiring waktu merupakan bagian dari ritme alami yang memperkaya pengalaman pengguna. Dengan mengakomodasi dinamika ini, ruang menjadi hidup dan terus menawarkan sensasi baru seiring berjalannya waktu.
Ciri dan Karakteristik Desain Metode Sinestesia
Desain yang mengadopsi metode sinestesia memiliki ciri khas antara lain seperti berikut ini:
✤ Pencahayaan Atmosferik
Dalam pendekatan sinestesia, pencahayaan digunakan bukan sekadar untuk menerangi ruang, tetapi sebagai elemen utama dalam menciptakan suasana emosional. Cahaya alami yang berubah sepanjang hari atau pencahayaan buatan dengan intensitas dan warna tertentu dapat menciptakan nuansa hangat, teduh, dramatis, atau tenang. Pengolahan bayangan, refleksi, dan arah cahaya menjadi alat penting untuk menggugah pengalaman emosional dan memperdalam keterlibatan indera penglihatan dalam ruang.
✤ Tekstur dan Material Taktil
Material dalam desain sinestetik dipilih tidak hanya karena kekuatan struktural atau estetika visualnya, tetapi juga karena sensasi yang ditimbulkan saat disentuh. Tekstur kasar, halus, hangat, atau dingin memberikan lapisan pengalaman tambahan yang memperkaya interaksi pengguna dengan ruang. Dinding batu alam, lantai kayu, atau elemen logam yang sejuk dapat menciptakan hubungan yang intim antara tubuh dan material, memperkuat dimensi taktil dari desain.
✤ Dimensi Akustik Ruang
Perhatian terhadap aspek suara menjadi bagian penting dalam desain sinestesia. Gema di ruang terbuka, resonansi suara di lorong sempit, atau justru keheningan yang senyap dapat membentuk persepsi ruang yang unik. Material penyerap atau pemantul suara, bentuk ruang, serta orientasi dinding menjadi faktor yang memengaruhi kualitas akustik. Suara-suara ini tidak hanya memperjelas fungsi ruang, tetapi juga membentuk atmosfer yang dirasakan pengguna secara mendalam.
✤ Aroma sebagai Unsur Desain
Desain sinestetik dapat memasukkan aroma sebagai bagian integral dari pengalaman ruang. Aroma kayu, dedaunan, bunga, atau bahkan material bangunan seperti tanah liat atau rotan dapat menimbulkan asosiasi tertentu dan membangkitkan ingatan atau emosi. Kehadiran tanaman aromatik, ventilasi yang membawa udara segar, atau material dengan bau alami menciptakan hubungan emosional yang kuat antara penghuni dan lingkungannya.
✤ Transisi Suhu dan Ventilasi Alami
Ruang yang dirancang dengan memperhatikan perubahan suhu dan aliran udara memberikan dimensi sensorik tambahan yang memperkaya pengalaman pengguna. Desain bukaan, orientasi bangunan, dan penggunaan material yang responsif terhadap iklim memungkinkan adanya perbedaan sensasi suhu saat berpindah antar ruang. Perubahan dari area teduh ke area hangat, atau dari ruang tertutup ke ruang terbuka yang berangin, menstimulasi indera peraba sekaligus memperkuat kesadaran spasial secara intuitif.
Gagasan Dan Ide Desain Dalam Metode Sinestesia
Ide utama dari metode sinestesia dalam perancangan adalah untuk:
✤ Membuat ruang yang "dapat dirasakan", bukan hanya dilihat
Metode perancangan sinestesia berangkat dari gagasan bahwa ruang seharusnya tidak hanya ditangkap secara visual, tetapi juga dapat dirasakan melalui seluruh indera. Desain tidak lagi berfokus pada tampilan semata, melainkan pada pengalaman sensorik yang menyeluruh, di mana pengguna dapat merasakan kehangatan cahaya, tekstur permukaan, kelembutan suara, atau kesejukan udara. Tujuannya adalah menciptakan ruang yang berbicara langsung kepada tubuh dan perasaan, sehingga menjadi lebih akrab dan bermakna.
✤ Menstimulasi sense of place yang mendalam
Ide sinestetik juga berfokus pada penciptaan sense of place yang kuat, yaitu rasa keterikatan emosional dan inderawi terhadap suatu ruang. Dengan memadukan rangsangan visual, auditori, taktil, hingga aroma, pengguna merasa hadir secara utuh dan terhubung dengan lingkungannya. Ruang yang demikian tidak hanya menjadi tempat beraktivitas, tetapi menjadi bagian dari pengalaman hidup yang membekas dalam ingatan dan perasaan.
✤ Mengubah ruang menjadi pengalaman yang hidup dan penuh makna melalui desain multisensori
Sinestesia dalam desain bertujuan untuk menghidupkan ruang melalui pendekatan multisensori. Setiap elemen desain, baik cahaya, suara, tekstur, maupun bau, disusun secara harmonis untuk menciptakan pengalaman yang dinamis dan sarat makna. Alih-alih hanya menjadi latar pasif, ruang berubah menjadi medium interaksi aktif yang merespons dan melibatkan pengguna secara emosional dan fisik, menjadikannya tempat yang terus berkembang seiring waktu dan suasana.
✤ Merancang suasana (ambience) alih-alih hanya fungsi atau bentuk semata
Metode sinestesia menempatkan penciptaan suasana sebagai inti dari proses perancangan, melampaui sekadar pemenuhan fungsi atau pencapaian bentuk visual. Suasana atau ambience dibangun dari interaksi harmonis antara elemen sensorik yang dirancang secara cermat untuk menimbulkan perasaan tertentu. Dengan pendekatan ini, ruang tidak hanya "berguna" atau "indah", tetapi juga mampu menciptakan kenyamanan, ketenangan, kegembiraan, atau bahkan perenungan mendalam bagi penggunanya.
Keterbatasan Metode Perancangan Sinestesia
Meskipun metode perancangan sinestesia dapat menciptakan ruang yang kuat secara inderawi dan emosional, pendekatan ini memiliki beberapa keterbatasan:
✤ Tidak Terdefinisi sebagai Langgam Arsitektur
Salah satu keterbatasan utama metode sinestesia adalah bahwa ia tidak memiliki bentuk atau karakter visual yang tetap, seperti halnya langgam arsitektur modernisme atau brutalism. Sinestesia lebih merupakan pendekatan konseptual yang menekankan pengalaman ruang secara multisensorial, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai gaya desain tertentu. Hal ini membuatnya sulit dikenali secara kasat mata dan menyulitkan dalam proses klasifikasi atau pengajaran arsitektur berbasis gaya.
✤ Tidak Fokus pada Aspek Bentuk atau Struktural
Karena fokus utamanya adalah pada pengalaman sensorik pengguna, metode sinestesia seringkali mengesampingkan aspek bentuk arsitektural atau struktur bangunan yang eksplisit. Elemen-elemen seperti komposisi massa, garis, dan struktur teknis bisa menjadi kurang dominan dibandingkan upaya menciptakan atmosfer dan suasana. Hal ini dapat menimbulkan tantangan dalam mengintegrasikan pendekatan sinestetik dengan kebutuhan teknis dan estetika konvensional dalam praktik arsitektur.
✤ Karya Bersifat Subjektif dan Kontekstual
Efektivitas desain berbasis sinestesia sangat bergantung pada persepsi individu, latar budaya, dan kondisi lingkungan lokal. Suatu ruang yang dianggap menyentuh secara emosional di satu tempat belum tentu memiliki dampak yang sama di tempat lain atau pada pengguna yang berbeda. Subjektivitas ini menjadi tantangan dalam menilai kualitas karya dan dalam memastikan pengalaman yang serupa antara pengguna yang satu dengan yang lain.
✤ Sulit Direplikasi
Pengalaman sinestetik yang diciptakan oleh suatu ruang cenderung bersifat unik, karena dibentuk oleh interaksi kompleks antara elemen desain dan respons inderawi individu. Hal ini menjadikan metode ini sulit untuk direplikasi secara presisi atau dijadikan standar teknis. Dalam konteks profesional dan industri konstruksi yang sering menuntut efisiensi dan pengulangan, pendekatan sinestetik bisa dianggap kurang praktis atau terlalu eksperimental untuk diterapkan secara luas.
Tokoh Yang Menerapkan Metode Perancangan Sinestesia
✤ Steven Holl – Chapel of St. Ignatius, Seattle (1997)

Gambar Chapel of St Ignatius Seattle - Steven Holl - Contoh Penerapan Metode Perancangan Sinestesia.
Dalam proyek ini, Steven Holl menerapkan pendekatan sinestetik dengan memanfaatkan cahaya alami berwarna yang masuk melalui bukaan-bukaan unik untuk menciptakan suasana spiritual yang mendalam. Interior kapel dirancang sebagai ruang yang menyatukan pengalaman visual, akustik, dan materialitas, dinding konkrit berpadu dengan elemen kayu dan pencahayaan lembut yang memicu ketenangan. Setiap ruang di dalam kapel menyampaikan nuansa emosional berbeda, memungkinkan pengguna merasakan ruang secara intuitif melalui perpaduan cahaya, suara, dan tekstur.
✤ Peter Zumthor – Therme Vals, Swiss (1996)

Gambar Therme Vals - Peter Zumthor - Contoh Penerapan Metode Perancangan Sinestesia.
Therme Vals adalah manifestasi nyata dari arsitektur sinestesia, di mana Peter Zumthor menciptakan pengalaman spa yang melibatkan seluruh indera. Pencahayaan temaram dipadukan dengan tekstur batu alam Valser yang dingin dan kasar, menghasilkan sensasi sentuhan yang kuat. Suara air yang bergema di dalam ruang menambah dimensi akustik, sementara variasi suhu di berbagai kolam memperkuat kesadaran tubuh akan ruang. Proyek ini menunjukkan bagaimana arsitektur dapat menghidupkan suasana melalui interaksi harmonis antar elemen sensorik.
✤ RCR Arquitectes – La Lira Theater Public Space, Ripoll (2011)

Gambar La Lira Theater Public Space Ripoll - RCR Arquitectes - Contoh Penerapan Metode Perancangan Sinestesia.
Pada proyek ruang publik ini, RCR Arquitectes menyajikan desain yang terbuka dan interaktif dengan memanfaatkan struktur baja sebagai bingkai yang merespons lingkungan sekitarnya. Permainan cahaya matahari yang menembus sela-sela struktur, suara-suara dari kota yang masuk ke dalam ruang, serta tekstur material yang bersentuhan langsung dengan pengguna menciptakan pengalaman ruang yang aktif dan dinamis. RCR kerap mengeksplorasi atmosfer dan materialitas secara mendalam, menjadikan karya ini sebagai contoh kuat pendekatan sinestetik dalam ruang publik.
✤ Olafur Eliasson – Serpentine Pavilion, London (2007)

Gambar Serpentine Pavilion London - Olafur Eliasson - Contoh Penerapan Metode Perancangan Sinestesia.
Dalam karya ini, Olafur Eliasson mengaburkan batas antara seni dan arsitektur dengan menciptakan paviliun yang memicu keterlibatan multisensorik. Struktur paviliun memanfaatkan cahaya alami dan buatan yang dipantulkan oleh cermin dan permukaan transparan, menciptakan permainan warna dan refleksi yang berubah-ubah seiring pergerakan pengguna. Ruang ini tidak hanya dapat dilihat, tetapi juga dirasakan melalui gerak tubuh, perubahan suhu, dan pantulan visual yang memperkaya pengalaman ruang secara menyeluruh, menjadikannya salah satu karya yang merayakan esensi sinestesia dalam desain.
Tabel Perbandingan Metode Sinestesia Dengan Metode Desain Lainnya
Aspek | Metode Sinestesia | Metode Tipologi | Metode Biomimikri | Metode Salutogenesis |
---|---|---|---|---|
Fokus Desain | Pengalaman inderawi multisensorik | Pengelompokan ruang berdasarkan fungsi atau jenis bangunan | Meniru strategi alam dalam bentuk, struktur, atau sistem | Kesehatan dan kesejahteraan pengguna |
Tujuan Utama | Menciptakan atmosfer emosional dan keterlibatan indera | Efisiensi dan keteraturan fungsi ruang | Efisiensi energi dan keberlanjutan ekologis | Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisiologis |
Kelebihan | Meningkatkan *sense of place*, mendalam secara emosional | Mudah diklasifikasikan, mudah direplikasi | Inovatif, ramah lingkungan, berbasis riset | Berbasis bukti ilmiah, meningkatkan kualitas hidup |
Kekurangan | Tidak dapat didefinisikan sebagai gaya, sulit dibakukan | Cenderung kaku dan konvensional | Sering kali sulit diterapkan secara teknis | Butuh pemahaman psikologi yang dalam |
Kesimpulan
Metode Perancangan Sinestesia memberikan alternatif yang kuat dalam menciptakan pengalaman arsitektur yang bermakna. Pendekatan ini memperluas cara pandang arsitek terhadap ruang dengan menekankan pentingnya hubungan antara tubuh manusia, indera, dan lingkungan fisik. Dalam dunia yang semakin mengutamakan teknologi dan visualisasi, sinestesia hadir sebagai pengingat bahwa arsitektur sejatinya menyentuh keseluruhan eksistensi manusia, tidak hanya matanya.
Meskipun belum dapat dianggap sebagai langgam arsitektur tersendiri, metode ini telah membuka jalan bagi lahirnya karya-karya yang bersifat reflektif, mendalam, dan personal. Tantangannya adalah bagaimana menghadirkan metode ini dalam praktik perancangan yang lebih luas, terutama dalam konteks arsitektur tropis dan urban yang kompleks. Namun satu hal yang pasti, sinestesia akan terus memainkan peran penting dalam mengembalikan arsitektur sebagai pengalaman manusia yang utuh.
Referensi
Anadol, Refik. (2020). Synaesthetic Architecture: A Building Dreams. Wiley. http://dx.doi.org/10.1002/ad.2572
Cytowic, Richard E. (1989). Synesthesia: A Union of the Senses. Springer. https://doi.org/10.1007/978-1-4612-3542-2
Koo, Man-Jae, Lee, Jung-Wook. (2013). A Study on the Synesthesia according to place and materials - Focused on the Peter Zumthor's works. Korean Institute of Interior Design Journal, Volume 22 Issue 5, Pages.11-21. http://dx.doi.org/10.14774/JKIID.2013.22.5.011
Seaberg, Maureen. (2023). The Synesthesia Experience: Tasting Words, Seeing Music, and Hearing Color. New Page Books
Spence, Charles. (2020). Senses of place: architectural design for the multisensory mind. Springer. https://doi.org/10.1186/s41235-020-00243-4
Posting Komentar